Monday, November 18, 2013

Esai : Masak nasi tak mampu, kenapa berharap makan nasi Goreng?

Oleh : Raniansyah

            Sendiri di kosan hari ini (sabtu, 16 November 2013), memberiku inspirasi untuk menulis hal ini, aku begitu antusias membaca sebuah e-book berjudul “Catatan Bangsa yang Aneh” karangan Khusni Mustaqim yang kudapatkan dari blog ‘berpikirberbeda.blogspot.com’. Emosiku kian memuncak membaca setiap kata yang dirangkai begitu kritis. Aku berguman, negeri ini memang aneh, bangsa ini memang aneh, dan semua yang terjadi di Negara bernama ‘Indonesia’ ini sangat aneh. Inilah negeri kami yang aneh, negeri yang selalu mengagungkan kata-kata namun lupa untuk bertindak, negeri yang selalu bangga dengan aspirasi namun lupa untuk beraksi. Negeri omong kosong yang terlalu banyak membual, yang tidak pernah bisa ‘mengatasi masalah tanpa masalah’ seperti pegadaian dan tidak pernah mampu ‘talk less do more’ seperti slogan salah satu iklan rokok.
***
Jangankan makan nasi goreng, menanak nasi saja tak mampu, itulah ungkapan untuk negeri yang sering disebut kaya ini (katanya), selalu bercita-cita tinggi, sering berangan kelewatan, giat berharap namun tidak pernah berusaha dan bertindak. Sering diagungkan Indonesia punya 17 ribu lebih pulau yang terbentang dari sabang sampai Merauke, terlalu sering diucapkan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Brazil, selalu didengar berita pelajar Indonesia juara olimpiade internasional, namun apa arti semua itu bagi Indonesia?. Toh pulau-pulau kita lebih banyak dikelola perusahaan asing, bahkan akibat ketidakpedulian kita, pulau kita diklaim dan direbut oleh Negara tetangga, ingatkan kita dengan mirisnya kehilangan Sipadan dan Ligitan?, laut kita yang kaya, toh! lebih banyak dinikmati orang asing, pelajar kita yang pintar dikirim ke luar negeri untuk belajar dan mengabdi di sana, bapak Habibie yang sering kita bangga-banggakan toh! sekarang bukan warga Negara Indonesia lagi, begitu bangga memiliki gelar sarjana atau magister luar negeri karena produk sarjana lokal yah…bisa dibilang tidak mampu bersaing. Akhirnya karena ketidakbanggaan kita pada negeri sendiri, kita sendiri lebih bangga memakai produk asing dibanding produk lokal, kekayaan alam negeri ini kita percayakan pada orang asing untuk mengelola dan kita biarkan mereka menarik keuntungan sebsar-besarnya lalu kita diberi sedikit. Mahasiswa kita terlalu sering nitip absen kepada teman duduk di kelas karena malas masuk belajar, terlalu sering tugas kelompok dkerjakan oleh seorang saja, sangat terbiasa belajar hanya untuk mengejar nilai bukan mengejar ilmu, mengejar IPK 4.00 sebagai berita berharga untuk orangtua walau mereka tidak pernah tahu bagaimana kemampuan kita?
***
Apalagi yang dapat dibanggakan dari bangsa ini? Presiden cengeng, yang sering mengeluhkan gaji?, yang terlalu sering curhat sampai lupa untuk bertindak? Presiden yang bisa buat lagu namun lupa menengok kesejahteraan rakyatnya?. Itukah?. Mahasiswanya?, mahasiswa anarkis yang suka bakar kampus sendiri? Mahasiswa yang sering bentrok dengan rekan sendiri? Mahasiswa yang sering menjudge buruk mahasiswa dari daerah lain, walaupun tidak semua berperilaku demikian? Itukah? Masihkah jiwa-jiwa persatuan mahasiswa 98 ada di tanah ini, mahasiswa yang ditakuti pemerintah…BUKAN mahasiswa yang takut pada pemerintah?. Nampaknya itu hanya harapan semu, karena persatuan kita sudah terpecah dengan egoisme kedaerahan, dan kini ‘Bhinneka tunggal ika’ itu patut dipertanyakan. Apa yang dapat dibanggakan? Rakyatnya? Rakyat yang sering mengeluhkan banjir, namun tidak absen buang sampah sembarangan, rakyat yang sering marah-marah karena macet namun tak jarang melanggar lalu lintas, rakyat yang mengeluhkan kenaikan BBM namun tak lupa menimbun BBM untuk mencari keuntungan sendiri. Aparatur negaranya? Beberapa hari yang lalu, melalui situs berita tribunnews.com, aku membaca berita oknum polisi militer ditilang oleh polisi lalu-lintas karena menerobos jalur busway, di situs berita yang sama beberapa hari sebelumnnya terdapat berita oknum polisi lalu-lintas ditilang oleh polisi lalu lintas karena pelanggaran yang sama. Benar-benar lucu..hahaha. dan tentu tidak akan lupa dengan berita Si Akil, sang ketua Mahkamah Konsitusi yang korup dan pengguna narkoba, benar-benar memiriskan.

Apalagi yang dapat kita banggakan? Budayanya?, disaat kita dirasuki ‘hip-hop dance’  shuffle dance’ atau ‘gangnam style’ kita telah melupakan gamelan yang ternyata dipelajari oleh sebuah komunitas di London, Inggris. kita mengabaikan ‘Reog Ponorogo’ yang sempat diklaim negara asing, kita melupakan ‘Tari zaman’ yang membuat mata dunia melongo. Disaat kita asik membaca novel Harry Potter, kita lupa menengok kalau kita punya ‘La Galigo’ yang merupakan dongeng terpanjang di dunia yang teaternya dipentaskan di kanca International, sutradaranya orang asing, bukan orang Indonesia. Analoginya,..Kita biarkan orang asing mengambil tikar kita yang sebenarnya bagus cuman jarang dicuci dan mereka mencucinya lalu membentangkannya di Negara mereka, lalu kita biarkan mereka membentangkan tikar mereka di tanah kita, tikar mereka yang sekilas terlihat bagus namun sekali dicuci akan luntur dan kusut, namun kita tidak pernah menyadari itu, karena sekolah mereka jauh lebih baik daripada kita, pendidikan mereka jauh lebih baik daripada kita, sehingga kita terlalu mudah untuk dibodoh-bodohi, Masihkah negeri raksasa ini tertidur? Ataukah kita masih mengucek-ucek mata karena baru terbangun?. Banyak yang bisa dibanggakan, namun mungkin kita memang tidak pernah mau bangga.

. ketika kita selalu berharap makan nasi goreng disaat kita belum mampu menanak nasi…apakah pantas?. 2015 tidak lama lagi kawan, ASEAN Community sudah di depan mata, itu tandanya persaingan akan semakin ketat, dan ketika kita masih tertidur, siapkah kita menjadi pembantu di negeri sendiri? Siapkah kita tinggal jadi penonton melihat orang asing menarik keuntungan sebesar-besarnya dari negeri kita?, dan siapkah kita meringis kesakitan karena tak ada lagi yang dapat kita nikmati dari negara kita sendiri? Buka mata kita, dunia melirik kita, kita negeri raksasa yang masih terlelap. Andai kita seperti manusia-manusia Jepang dan China, pasti Indonesia adalah Negara terkaya, sebuah catatan yang kupetik dalam e-book ‘Catatan Bangsa yang Aneh’ yakni siapapun presiden dan pejabat pemerintah yang kita bawa untuk memerintah di Indonesia, tidak akan mampu merubah wajah negeri ini jika seluruh individu tidak berubah dari sifat buruknya, Bill Gates bukanlah pejabat pemerintah, Bill Gates bukan menteri Teknologi, tapi Bill Gates hanya orang biasa yang mau berusaha untuk negaranya.Hmm..! andai kita berpikir seperti itu…

Makassar, 16 November 2013



Sunday, November 10, 2013

Mungkinkah Pahlawan Tak Lagi di Sini??

oleh : Raniansyah
Ada yang berbeda hari ini (10 november 2013), seperti ada sesuatu yang ganjil. Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah, yah..hari ini adalah hari pahlawan, dimana pada waktu itu semangat bangsa Indonesia bergelora untuk melawan penjajah, hidup atau mati yang pasti kemerdekaan adalah harga mati dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, waktu itu pemuda dan para pejuang memang tidak memiliki persenjataan yang kuat, tapi para pejuang saat itu memiliki semangat yang sangat disegani oleh penjajah. hasil dari perjuangan itulah yang kita nikmati hari ini, kaum manusia yang mungkin bisa dibilang tidak bersyukur dan/atau mungkin bisa dibilng terlalu manja dan cengeng,  tahukah kita berapa jiwa melayang demi memperjuangkan kemerdekaan ini, lalu inikah balasan yang kita perlihatkan hari ini? Inikah penghargaan yang kita berikan? Inikah wajah pemuda negeri saat ini, yang cengeng, manja dan tidak tahu arti perjuangan? Inikah wajah negeri yang  dicita-citakan dulu oleh para pejuang yang rela mati demi bangsa ini? Inikahh? Inikah? Aaaah….INIKAH !!!?
***
10 November 2012, aku berdiri di tribun lapangan Citra Mas Kabupaten Pangkep,  di antara jajaran pejabat daerah, veteran dan tamu undangan, aku berdiri tegap membacakan pesan Pahlawan Sultan Hasanuddin, pesan Sultan Hasanuddin  yang masih aku ingat waktu itu adalah ‘Aku dan raja Bone bukanlah musuh,”. Ada hal menarik yang kudapatkan kala mencari referensi tentang pesan-pesan ini, sebagian literatur menuliskan jika sultan Hasanuddin mengatakan “Aku dan raja Bone bukanlah musuh,” namun literatur lain menuliskan jika Sultan Hasanuddin mengatakan “Aku dan raja Bone adalah musuh,”. Yang lucu dari hal ini karena yang menuliskan “Aku dan raja Bone adalah musuh,” adalah buku dari Belanda yang katanya dikutip dari Lontara yang dibawa lari ke Belanda waktu itu. Belanda adalah salah satu negara yang pernah menjajah kita dengan sistem adu dombanya, lalu akankah aku akan percaya dengan literatur dari Belanda itu?, yang jelas akan memungkinkan atau mengundang permusuhan antara orang Bugis dan Makassar,  mungkinkah literatur itu ada untuk mengadu domba orang Bugis dan Makassar?.  Diceritakan dalam literatur Belanda tersebut (mohon maaf aku lupa nama bukunya) katanya Arung Palaka dari kerajaan Bone yang berlatar Bugis merupakan pengkhianat dan musuh Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa yang berlatar Makassar, lalu sesaat sebelum meninggal katanya Sultan Hasanuddin mengatakan “aku dan raja Bone adalah Musuh,”.  Ada juga literatur yang mengatakan bahwa Sultan Hasanuddin dan Arung Palaka adalah sahabat yang selalu berusaha diadu domba oleh penjajah, karena jika mereka bersatu mereka akan menghasilkan kekuatan yang luar biasa dan sesaat sebelum meninggal, Sultan Hasanuddin mengatakan “aku dan raja Bone bukanlah Musuh,”. Dari kedua tulisan  itu, literatur manakah yang harus atau pantas kita percaya?.  Yang jelasnya waktu itu aku memilih untuk percaya pada literatur non Belanda, keyakinan hati lebih mengarah kesana dan yang menambah keyakinan itu, ketika aku berbalik ke arah jajaran veteran dan mereka mengangguk-angguk mendengarkan pesan yang kubacakan, yah…setidaknya jiwa pejuang dan pengalaman sejarah mereka mampu memberi nilai tambah padaku melalui anggukan itu. Pertanyaan yang lebih mendalam lagi, akankah pahlawan seperti Sultan Hasanuddin di penghujung hidupnya mengatakan  “Aku dan raja Bone adalah musuh,”, sesuatu yang memungkinkan permusuhan?. Coba tanya diri kita, apakah ada…manusia yang di nafas terakhirnya mengucapkan pesan yang mengarahkan ke sesuatu yang negatif seperti permusuhan? Apalagi sosok seorang pahlawan. Rasanya sulit diterima secara rasional. Mungkinkah kita memang selalu berupaya diadu domba? Hmm…entahlah!
***
Hari ini (10 November 2013), di tanggal dan bulan yang sama tahun lalu…aku membacakan pesan Pahlawan Sultan Hasanuddin dalam upacara peringatan hari pahlawan. Sangat jauh berbeda dengan hari ini, hari ini aku juga berdiri namun tidak sebagai pembaca pesan pahlawan namun sebagai pengawas ruangan untuk kegiatan try out yang diadakan oleh salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin. Pelajaran berharga hari ini adalah mungkin memang generasi sudah tidak lagi mengingat dan menghargai perjuangan para pahlawan kita dulu, apa buktinya? Di ruangan yang aku awasi, ada beberapa peserta yang selalu berupaya curang, buka handphone dan atau berbalik ke arah kiri-kanannya mencoba mencari contekan, beberapa kali aku menegur, namun beberapa kali juga perbuatan itu diulangi. Hmm…benar-benar memiriskan, bisa-bisanya hari bersejarah dan penuh perjuangan ini dihiasi dengan ketidakjujuran, dicemari oleh generasi tidak tahu malu yang hidup hanya seperti benalu. Dimana lagi jiwa-jiwa nasionalis yang selalu membuat merinding itu? Rasanya cukup pesimis untuk mencari dimana ‘nasionalisme’ itu kini berada. Mungkinkah tak ada lagi pejuang/ nasionalis yang akan melanjutkan perjuangan cita-cita bangsa ini?. Mungkinkah pahlawan memang tak lagi disini? Walau hanya secuil…Mungkinkah?
Hari ini, aku cukup lega, ada yang cukup membangunkan semangatku untuk tetap optimis, motivasi itulah yang menggerakkan jemariku untuk mengetik tulisan ini. Dia adalah Kak Said, salah satu sosok yang cukup kutakuti pada masa-masa masih baru bergabung sebagai keluarga mahasiswa Fakultas Hukum Unhas, namun perlahan ketakutan itu berubah menjadi kekaguman dan harapan bisa seperti beliau, Sederhana tapi punya pemikiran yang luar biasa yang tidak semua mahasiswa atau pemuda hari ini memiliki itu.  Magang Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) hari ini, memberiku banyak pelajaran berharga, yah!…setidaknya aku dan kawan-kawan yang ikut hari ini secara tidak langsung telah memperingati hari Pahlawan dengan hal yang positif. Jadi anggota BEM atau tidak itu urusan kedua, pastinya ikut kegiatan diskusi hari ini memberikan manfaat yang luar biasa,  bisa dibilang sangat rugi lah yang tidak ikut, materi dimensi kemahasiswaan yang dibumbui oleh kak  Said dengan sejarah pergerakan dan perjuangan pemuda, serta pandangan terhadap generasi atau pemuda hari ini, memancing untuk mengangguk dan berkata “iya di’,”. Membangkitkan gelora untuk tetap optimis memperjuangkan cita-cita yang diingikan oleh kaum terdahulu yang rela berkorban jiwa raga demi bangsa ini.  Walau hari ini, wajarlah kita pesimis dengan keadaan, tapi setidaknya kita masih pantas optimis dengan masih adanya orang-orang seperti Kak Said, dan pasti masih banyak orang seperti beliau diluar sana, InsyaAllah saya pun akan seperti beliau dan semoga pembaca sekalian pun masih memiliki ‘nasionalisme’ itu di dalam relung hati. Buatlah hari ini menjadi indah, buatlah pejuang terdahulu kita bangga melihat perjuangan kita hari ini dan buatlah bangsa ini bangga memiliki kita.

SELAMAT HARI PAHLAWAN
TERIMA KASIH UNTUK PEJUANG YANG MASIH ADA HARI INI.


Tuesday, November 5, 2013

Essai :Pancasila? Doa semu.

Oleh : Raniansyah (ASAS 2013)
Inilah negara kapitalis-liberalis
sering saja disebut Negara demokratis
selalu saja menangis, slalu saja meringis
karena derita yang begitu miris
Andai rasa bisa optimis
hapuskan semua rasa pesimis
walau  jejak langkah teriring tangis
walau tapak kaki diikuti gerimis

ini bukanlah senandung vokalis
yang terdengar harmonis
ini bukan pula karya penulis
yang kadang sangat puitis
tapi ini suara rakyat yang saat ini bernasib ’tragis’
“Pancasila itu ideologi terbaik, karena pancasila lahir dari penggabungan dua ideologi besar, yaitu Liberal (thesa) dan Komunis (antithesa) dan terbentuklah Pancasila (Synthesa),” terang bapak Idris Buyung dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum, pertengahan september lalu. Benarkah pancasila sebagai Ideologi terbaik? Lantas apa penyebab semua keterpurukan dan kebobrokan yang saat ini melanda negeri ini?  Bukankah Ideologi adalah pondasi sebuah bangsa….? Kalau Pancasila kuat, mengapa Indonesia seolah berada di garis batas kehancuran?
***
Orang bijak sering berkata, “perkataan adalah doa,”  teori yang diucapkan pun bisa jadi doa, dan itulah yang mungkin terjadi pada Pancasila. Pancasila hanya doa, doa yang terkadang sangat jauh dari harapan, doa semu yang terlalu sulit bersanding dengan Ikhtiar  atau usaha, malahan  justru terlalu sering bersanding dengan sikap, perilaku, perbuatan atau perkataan nyeleweng yang  jauh dari nilai-nilai yang diharapkan.  “Ketuhanan Yang Maha Esa kenapa belakangan ini jadi keuangan yang maha kuasa?,  kemanusiaan yang Adil dan beradab, kenapa kebengisan ada dimana-mana?, Persatuan Indonesia, kenapa separatisme, bentrok dimana-mana? Kerakyatan jadi elitisme, demokrasi menjadi bagian dari industri, sementara keadilan Sosial masih dipertanyakan,” tanggap Hasyim Muzadi (tokoh agama) dalam acara “Suara Anda : Suara Konstitusi” MetroTV beberapa tahun lalu. Itukah yang diharapkan dari ideologi kita yang terbaik (katanya)?. Benarkah yang dikatakan oleh Hasyim Muzadi?? Entahlah…!hati dan pikiran rasional kita pasti mampu menjawabnya.
***
Rabu, 2 Oktober 2013. Sekelompok mahasiswa terlihat berbincang santai di pelataran sekretariat BEM Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin. Mereka menyebut diskusi santai mereka dengan sebutan ‘diskusi pelataran’, kegiatan diskusi itu merupakan follow up Pembinaan Mahasiswa Hukum 2013 tahap pertama yang telah sukses terlaksana 28-29 september lalu. Hmm…yang penting dari diskusi kali ini, adalah materi bahasan tentang  “Pandangan Dunia : Ideologi”.  Beragam pertanyaan dan komentar bermunculan seiring  jalannya diskusi, yah..!! itulah mahasiswa Fakultas Hukum, rasa ingin tahunya bisa dikatakan ‘extra ordinary’ gitulah ! hehe.  Dari diskusi kali ini, setidaknya lahir lagi setitik kepedulian pada tanah air  tempat kami berpijak saat ini, sebuah keprihatinan dari mahasiswa yang masih semester satu, entah sampai kapan keprihatinan itu akan bertahan. Pastinya dengan harapan, mereka akan tetap memegang erat keprihatinan itu sepanjang hidup mereka, apalagi jika diantara mereka ada yang jadi pemimpin atau orang penting yang dimiliki bangsa ini di masa mendatang.
***
Terlalu bangga, yah!...sangat bangga bersembunyi di balik ideologi terbaik berlabel ‘Pancasila’ namun tak tahu bahwa saat ini Pancasila hanya sekedar landasan teori normatif semata yang  tak mampu menemukan  ‘jati diri’ empirisnya .  karena siapa? Bukan salah pancasila, tapi salah manusia yang menganggapnya sebagai landasan hidup, pandangan hidup…tapi sering melakukan penyelewengan yang sangat kontras dengan nilai-nilainya. Akhir-akhir ini berkembang sebuah virus baru bernama ‘neoliberalisme’, sebuah upaya pennggelapan ideologI liberalis-kapital dengan cara baru di Negara yang katanya demokratis ini. Apa buktinya? Mini market dimana-mana, akhirnya usaha rakyat kecil menjadi hancur….yang punya modal besar  berkuasa sementara yang bermodal kecil dibiarkan mati usaha lalu akhirnya busung lapar dan mati kelaparan. Yang besar menindas yang kecil, yang kuat menindas yang lemah. Sementara Pemimpin negeri sibuk menciptakan lagu disaat rakyat sangat butuh perhatian konkret. memangnya lagunya itu bisa menyembuhkan orang busung lapar?, memangnya lagunya itu bisa membuat kaya, orang miskin? Memangnya lagunya itu bisa mempekerjakan pengangguran? Tidak…!!. Pemimpin kita sudah terjajah paradigma barat yang mereka tidak sadari, apa itu?  “King can do no wrong” , raja atau pemimpin dapat melakukan apapun tanpa bersalah, ataupun sekedar rasa bersalah. Masih butuh bukti? Lihatlah pemimpin kita melemparkan makanan ditengah-tengah orang kelaparan, membiarkan mereka berebutan, saling berdesakan, dan akhirnya terinjak-injak, sementara dia tetap tersenyum diatas kursi tahtanya, yah…itulah analogi pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakarat (BLSM) yang berlangsung ricuh beberapa waktu lalu lantaran kebanyakan tidak tepat sasaran. Prihatin, saya turut hadir dalam proses penerimaan BLSM itu di beberapa kecamatan di Kabupaten Pangkep untuk menyaksikan proses itu sendiri secara langsung. Sangat ironis, karena semua kecamatan yang kukunjungi pasti ada kasus ‘tidak tepat sasaran’ bahkan di salah satu kecamatan, ada seorang wanita paruh baya menangis terisak-isak datang ke kantor camat karena pantas mendapat bantuan itu tapi justru tidak memperoleh. Inikah cara baru pemerintah menyakiti rakyat?. Pemandangan miris yang dapat pula disaksikan adalah nenek-nenek jompo yang berdesakan separuh nyawa, ada orang  cacat yang datang merangkak…karena katanya tidak dapat diwakili semua demi duit 300 ribu, inilah cara baru pemerintah menyakiti rakyat kecil.
Benar!, pancasila sekarang hanyalah doa, doa semu yang jarang diaplikasikan dan diusahakan. Pancasila hanya sekedar teori yang  berusaha berdiri setelah dihantam neoliberalisme-kapitalis dahsyat yang telah menumbuhkan akar-akarnya di negeri tercinta ini . entah kapan akan dicabut, entah kapan akan enyah dari bumi ini,  entah kapan Pancasila itu bukan lagi sebagai doa, tapi sebagai fakta.
Bumi huruhara ini masih tetaplah bumi huruhara selama Pancasila itu hanya teori yang tidak menemukan jati diri empirisnya. Tak ada ideologi terbaik untuk Negara kita selain Pancasila, tapi mengapa kita masih saja terjajah dalam lelap tanpa sadar paradigma asli kita telah dimusnahkan oleh rudal-rudal dan meriam-meriam ideologi yang tidak seharusnya ada di negeri ini.

Makassar, 2 Oktober 2013