Monday, December 26, 2011

ESAIKU

Polisi Bukan Rambo atau Polisi Memang Rambo ??
Sepertinya anarkisme tidak akan pernah hilang di negeri yang katanya merdeka ini, perilaku nippon-nippon Belanda sepertinya masih ada  dan diwariskan hingga sekarang, pasalnya aku sangat kaget menyaksikan berita dengan judul “Polisi Bukan Rambo“ di salah satu stasiun TV di Indonesia. Yah..peristiwa itu terjadi di Bima Nusa Tenggara Barat, dalam rekaman video yang disiarkan terlihat para aparat keamanan yang mencoba membubarkan massa yang memblokade pelabuhan menggunakan aksi kekerasan (anarkisme) terlihat polisi membabi buta menembakkan senjata bahkan tetap melakukan kekerasan pada orang yang telah lemah tak berdaya, aksi itu terekam saat peristiwa pembubaran massa tanggal 24 Desember 2011.
Mengapa ada kata ‘Rambo’,?? Rambo adalah aktor film aksi paling spektakuler, karena disetiap aksinya ia selalu tampil dengan senjatanya yang membabi buta menghancurkan musuh-musuhnya. Apakah mungkin Polisi sering menonton film Rambo sehingga ikut melakukan aksi seperti itu ??, apakah seharusnya film aksi yang masuk ke Indonesia harus dicekal agar tidak memicu anarkisme ??. teringat kembali aku peristiwa dua bocah di Bandung, seorang anak mati dibunuh oleh saudaranya dengan tidak sengaja karena mengikuti adegan saling banting di film “Smackdown” , lalu apakah aparat kita seperti itu ???, bukankah mereka masih anak-anak sehingga mereka mengikuti adegan kekerasan karena belum mengerti. Lalu apakah polisi patut disamakan dengan bocah yang belum mengerti apa-apa. Lalu..pantaskah seorang yang belum mengerti dilibatkan dalam operasi kepolisian..ini sama saja memberikan anak pistol sungguhan namun iya belum mengerti sehingga salah menggunakannya dan membunuh temannya sendiri. Tidak seharusnya aparat Polisi memiliki sikap anarkisme dan militarisme karena Indonesia tidak merdeka karena itu, mari kita kembali menengok sejarah. Dahulu para pejuang bangsa kita mampu meraih kemerdekaan jalan diplomasi atau perundingan, bukan jalan peperangan karena jelas kita pasti kalah kalau melalui jalur peperangan karena kita kalah senjata oleh para penjajah.
 Selalu tertulis dengan Indah kata “ Polisi mengayomi Masyarakat” lalu masih pantaskah itu untuk polisi jika paham anarkisme dan militarisme digunakan?? Tentu tidak. Aku bukanlah seorang yang hanya mengambil sampel sehingga aku tidak pernah memvonis semua aparat kepolisian seperti itu, tentu tidak semua seperti itu. Tapi bukankah lebih baik jika semua polisi tidak mengenal paham itu.
Negara ini negara demokrasi, negara ini negara Pancasila, negara ini bukan penjajah rakyat. Itu kata untuk Indonesia tapi apakah kata itu cocok untuk orang Indonesia, founding father kita telah mewariskan demokrasi yang didalamnya berisi, “ jika kita ingin menyelesaikan masalah, maka selesaikanlah dengan jalan musyawarah Mufakat” yah..begitu yang seharusnya. Tidak seharusnya aparat keamanan melakukan aksi anarkisme ddan militarisme saat bertugas mengamankan. Itu namanya bukan mengamankan tapi malah semakin memperkeruh keadaan. Poso, Papua, dan Aceh telah  mengalami yang namanya peperangan atau orang bugis sering menyebutnya dengan nama “rontak” lalu kini terjadi di Bima. Apakah masih ada cucu-cucu asli nippon Belanda yang belum enyah dari negeri kita yang mewariskan sikap anarkisme dan militarisme. Hemm, hanya rasa prihatin yang mampu kuberikan..aku bukan siapa-siapa, aku hanyalah bocah ulung dari salah satu sudut kecil negeri ini. Semoga ini berita anarkisme yang terakhir..kita selalu saja terus berharap walau mungkin kita tahu..itu hal yang tak mungkin.                                                                                                
                                                                                             Pangkep, 26 Desember 2011

Monday, December 19, 2011

Esaiku, bagian 1

Solidaritas Sebenarnya Mengajarkan Apa ???
Ujian semester merupakan hal yang cukup menakutkan bagi sebagian pelajar, betapa tidak ?? ujian merupakan ukuran keberhasilan belajar selama 1 semester, namun apakah sepenuhnya itu menjadi ukuran keberhasilan ?? jawabannya ‘TIDAK’ jika hasil ujian itu tidak halal, timbul pertanyaan, bagaimana hasil ujian bisa menjadi tidak halal ? yah penyebabnya banyak, mungkin karena soal yang bocor atau mungkin menyontek dan memberi contekan saat ulangan.
Sehari sebelum ujian semester 1 tahun 2011 handphoneku berdering, yah beberapa pesan diterima, isinya semua sama mereka menyuarakan solidaritas. “ hapuskan kerja sendiri, apakah kamu tega temanmu tidak naik kelas ??, mana solidaritasmu ?? ujian itu bukan untuk cari nilai, buktikan solidaritasmu? ” yah isinya kurang-lebih seperti itu. Mereka dengan mudah menyuarakan yang namanya “SOLIDARITAS”. Lalu apakah mereka tahu makna solidaritas yang sesungguhnya ?? sungguh tidak, mereka jelas-jelas mencemari nama solidaritas. Setahuku solidaritas tak pernah mengajarkan kita untuk melakukan perbuatan yang salah. Lalu apakah musti nama solidaritas digunakan untuk menyeret semua orang ke penjara atau ke neraka ? bukankah solidaritas merupakan sesuatu yang sangat baik jika dimaknai sesuai yang semestinya.
Kalau memang ingin kerjasama, mengapa musti saat ujian ?? kenapa bukan saat jelang ujian ?? yaitu belajar bersama untuk menghadapi ujian. Bagaimana mungkin ukuran kemampuan diri dapat diketahui jika sebenarnya hasil ujiannya tidak halal. Seandainya semua orang memiliki solidaritas, tentu tidak akan ada yang kelaparan di negeri ini, benar-benar lucu negeri ini !! haha...apakah solidaritas hanya muncul pada saat ujian ?. benar-benar pemaknaan yang salah.
Beberapa hari kemudian, kutuliskan uneg-unegku dalam sms lalu kukirimkan kepada semua teman yang nomornya ada dikontakku. Kutuliskan kejengkelanku tentang pemaknaan solidaritas yang salah. Lalu apa ekspresi mereka ?? ada yang cuek dan adapula yang berkata “ biarkanmi, karena kita tonkji dapatki, ndk usah urusi orang “. aku hanya berusaha mengingatkan, karena sebagai orang bugis-makassar aku masih menjunjung tinggi yang namanya 3S atau “Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi’ “ . Siapakainge itulah yang berarti saling mengingatkan/menasehati.
Sepertinya telah banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil terbaik walaupun mereka harus menyalahgunakan makna solidaritas. Dalam kenyataan sebenarnya, di negeri ini hanya sedikit orang yang tahu tentang solidaritas. Banyak sih yang tahu ! tapi...yah mereka tidak tahu makna sesungguhnya.
Seharusnya solidaritas mengantarkan kita ke jalan kebenaran dan ke surga bukannya mengantarkan kita ke jalan kesesatan dan ujung-ujungnya neraka. Solidaritas yang sesungguhnya tidak pernah mengajarkan  kita dalam hal yang salah. Solidaritas memiliki nasib yang sama dengan nasionalisme, banyak orang mengaku memiliki nasionalisme tapi mereka sebenarnya sangat jauh dari yang namanya nasionalisme. Selalu saja manusia dalam pemaknaan kata yang salah. Ah* !!
Pangkep, 18 Desember 2011

Monday, December 12, 2011

MY ESAI

Taman Musafir Tanpa Cagar, kini jadi Taman-mu Kafir
          Senin, 12 Desember 2011, aku lewat di salah satu ikon kabupaten Pangkep di Pusat kota yaitu Taman Musafir, maklum setiap hari aku melalui taman itu karena merupakan jalur menuju sekolahku di SMAN 2 Pangkajene. Taman Musafir dibangun pada masa Pemerintahan bapak bupati Pangkep Alm. Syafruddin Nur(2004-2009). Di masa pemerintahan beliau banyak sekali kemajuan di kab.Pangkep, beliau benar-benar mewujudkan Pangkep yang maju, mandiri dan religius. Program-program pemerintah begitu merakyat apalagi dengan lahirnya program Gratis bagi masyarakat. Beliau membangun tempat-tempat yang bernuansa islami seperti gedung Islamic Centre dan Taman Musafir. Namun sepeninggal beliau semuanya nampak berubah Islamic centre kini fungsinya menjadi tak jelas sedangkan taman Musafir kini beralih fungsi menjadi tempat berpesta, bereuforia dan bahkan ‘pesta zinah’, yang taman itu kini jadi Taman-mu Kafir..itulah mungkin plesetan kata yang sangat cocok untuk Taman tanpa cagar itu.
Hmm benar-benar miris hati ini melihat taman yang begitu bagus disalahgunakan pemanfaatannya. Hari itu kulihat lagi beberapa pasang kekasih yang sedang duduk bersama dalam asmara mereka...yah pegangan tangan itu hal yang biasa menurut mereka...lebih dari itupun dianggap hal yang biasa. Lalu apakah orang tua mereka tahu tentang hal itu. Tentu tidak !! betapa tidak peduli orang tua, jika ada orang tua yang membiarkan anaknya seperti itu. Yang lebih membuat hati ini lebih miris lagi adalah mereka masih tetap melakukan itu pada masa-masa ujian semester, pake baju sekolah lagi !! yah sebenarnya mereka telah mencemarkan nama baik pelajar di pangkep padahal tidak semua begitu, namun dengan adanya sistem pengambilan sampel membuat seluruh pelajar menjadi tercemar, saya jelas malu melihat teman-teman pelajar yang seharusnya belajar malah pergi menjalin asmara. Yang lebih parah lagi mereka menjalin asmaranya di tempat yang salah, mengapa ??? apa mereka tidak tahu membaca Tulisan di bagian depan taman yaitu “ Taman Musafir” atau kata “Musafir” memiliki pemaknaan yang terlalu luas sehingga mereka tidak mengerti !! yah...bikin bingung aja..kalau menurut sepengetahuan aku sih..! ‘Musafir’ berarti orang yang dalam perjalanan untuk menyiarkan agama Islam. yah !! tapi nampaknya mereka salah arti deh !! mungkin mereka mengira “Musafir” adalah orang yang dalam proses(perjalanan) menjalin asmara.
Taman itu kini mungkin telah benar-benar merubah nama menjadi ‘Taman-mu Kafir’ karena pemanfaatan yang disalahgunakan. Bahkan sabda Rasul yang berbunyi “Laa Takhrabuu Zinah” yang artinya “ jangan mendekati Zinah” sepertinya sudah tidak dianggap ada oleh para Pezinah itu, pezinah ulung yang tak pernah sadar. Potret pelajar yang tak bermoral di negeri ini . Akibatnya, orang tua semakin tersiksa banting tulang untuk menyekolahkan mereka namun ternyata tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya oleh anak yang tak pernah mengerti orang tuanya. Lalu mereka begitu serimg menyuarakan “ tolong mengerti saya !“, padahal mereka sendiri tak pernah mengerti dengan orang tuanya. Tidak hanya itu, semua pelajar ikut tercemar walaupun semuanya tidak begitu.
Hmm, kasihan...taman yang Indah itu.. Pasti bapak Syafruddin sangat sedih melihat semua itu. Hmm...seandainya saja beliau masih hidup  mungkin hal itu akan berbeda. Aku bahkan tak pernah meihat seorang Musafir pun singgah di tempat itu untuk menyiarkan agama Islam atau sekedar duduk membaca Al-Qur’an. Bahkan orang yang membaca Al-Qur’an pun tak pernah ada di tempat itu. Sepertinya tak pernah ada kegiatan keagamaan di tempat itu, tidak sesuai dengan namanya.
Angan-angan di kepala ini selalu menghantui, selalu berfikir jika seandainya Taman Musafir dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, pasti semuanya akan lebih baik, jika seandainya aku jadi Bupati..pasti tidak kan kubiarkan hal itu terjadi. Ah angan yang begitu lucu..pemerintah sekarang kadang tidak memperhatikan hal seperti itu, mmm masing-masing sibuk mengurusi masalah internal parpol padahal sebenarnya masalah Taman Musafir adalah masalah serius karena jika tidak diatasi maka akan semakin merusak umat.
Yah...semoga ada upaya perbaikan hal ini, semoga pelajar-pelajar yang berbuat salah itu cepat sadar dan semoga taman itu kembali berfungsi sesuai namanya.. semoga pangkep menjadi lebih baik...angan-angan itu semoga berwujud nyata..angan-angan yang ingin melakukan perubahan kearah yang lebih baik. *
Pangkep, 12 Desember 2011

Saturday, December 3, 2011

My Esai



ANAK ANAK SULSEL
Anak Indonesia Dari  Tanah Sul-Sel
        Pagi itu rabu, 30 november 2011 aku dan beberapa orang teman  berangkat dari kampung halaman tercinta ‘pangkep’ menuju ke kota Makassar dengan tujuan menghadiri kongres anak Sulawesi-Selatan mewakili kabupaten Pangkep, sekitar kurang lebih sejam kami dalam perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah hotel bernama Mercure, bangunannya cukup megah. Kami segera masuk ke hotel itu dan oleh resepsionis kami dipersilahkan menuju sebuah ruangan. Ku langkahkan kaki secara perlahan mengikuti para pembinaku bersama beberapa orang teman, nah tibalah aku di ruangan itu. Baru masuk keruangan itu, kami telah disapa oleh senyuman yang sangat menyambut kami dengan suasana hangat. Perasaan malu tentu selalu ada jika kita baru pertama kali kenal dengan seseorang, nah ! mungkin itulah yang saya alami. Namun beberapa menit kemudian akhirnya aku bisa menghapuskan segala rasa malu itu.
             Suasana kebersamaan dan persaudaraan begitu kental rasanya, disini banyak teman-teman yang santun dan tentunya baik. Ada dari Takalar, Pare-pare, Soppeng, Sinjai, Barru, Pinrang, Bone..ah..pokoknya banyak deh !. Sekitar setengah jam kemudian, kami diberi materi mengenai hak-hak anak, dasar hukum perlindungan anak dan masih banyak lagi. Pertanyaan bermunculan mengenai hak anak semuanya dijawab oleh seorang bunda pemateri. Beberapa sesi acara dilakukan namun nampaknya nggak perlu diceritakan panjang kali lebar alias luas..haha !!.
             Nah !, Tibalah saat yang dinanti-nantikan yaitu pemilihan duta Sul-Sel jelang Kongres Anak Indonesia di Batam dan kegiatan Forum Anak Nasional di Bandung. Alhamdulillah syukurku untukmu..ya rabb, aku lolos menjadi salah satu duta dari 14 orang anak yang dipilih, 2 orang teman dari Pangkep juga terpilih namun 1 orang harus pulang karena tidak lolos.
            Aku takut…takut…sangat takut, aku khawatir..sangat khawatir..bahagiaku selalu diikuti kedua hal itu, aku tidak ingin mengecewakan anak sul-sel yang telah memberikan amanah kepadaku sebagai salah satu Duta mereka. Aku juga tidak ingin hanya pasang nama, aku tidak ingin acara seperti itu hanya ceremonial belaka namun aku benar-benar ingin menunjukkan aksi nyata untuk kemajuan anak sul-sel dan anak Indonesia. Telah banyak jalan kulalui, kusaksikan saudara-saudaraku..anak-anak Indonesia tidak mendapatkan hak-haknya. Ada yang jadi pemulung, juru parkir, kuli panggul dan tidak bersekolah padahal mereka adalah generasi yang memegang kendali bangsa ini, “ generasi maju, maka Negara akan maju, generasi hancur akan menghancurkan negeri ini” itu kata yang selalu kuingat didalam batok kepalaku. Miris hati ini ketika melihat anak-anak tidak memperoleh haknya, bagaimana jika aku seperti mereka ?? pertanyaan yang selalu menghantui dalam setiap jejak hidup.
            Aku benar-benar ingin menjadi duta yang mampu merubah wajah negeri ini. Kadang kucoba menahan air mata yang mencoba menetes ketika melihat anak-anak tidak mendapatkan haknya, namun semua itu tidak bisa disembunyikan oleh mata yang berkaca-kaca. Entah kenapa… ?? hatiku seperti terikat dengan anak-anak itu, seakan aku ikut merasakan yang mereka rasakan. Ah…aku senang tapi aku takut dan khawatir jika semuanya tidak membawa perubahan. Anak Indonesia…kita semua saudara, kita semua satu…kita selalu bhinneka tunggal ika. Buktikan bahwa ini bukan sekedar acara belaka yang lewat tanpa makna, namun ini titik balik perubahan menuju anak Indonesia yang lebih maju dan terwujud hak-haknya.
Makassar, 1 Desember 2011