Saturday, January 4, 2014

ASEAN Community 2015 : Siap, Tidak Siap, atau Berharap Siap?

oleh : Raniansyah
Aku tertawa kecil meninggalkan Auditorium baruga A.P pettarani hari ini (3 Januari 2014) setelah mengikuti Seminar Nasional bertema "Daya Saing Bangsa : Perspektif Ekonomi Digital dan Hegemoni Politik dalam Era ASEAN Community 2015" yang menghadirkan Hatta Rajasa (Menteri Perokonomian RI), Letnan TNI (Purn) Sutiyoso (mantan Gubernur DKI Jakarta) dan Syahrul Yasin Limpo (Gubernur Sul-sel) sebagai pemateri. Masih ada pertanyaan yang mengganjal di kepalaku, pertanyaan yang sangat sederhana mengenai ASEAN Community, mungkin juga terlalu polos untuk kategori seorang Mahasiswa, “Kita sudah siap?, belum siap atau berharap untuk siap?. Aku sedikit kecewa sebenarnya, dialog interaktif sekelas ini hanya diberi kesempatan kepada tiga orang penanya. Namun tak apa, toh setidaknya aku sudah bisa memprediksi kesiapan Indonesia menghadapi tantangan besar 2015.
***
       Hari ini (3 Januari 2014) bertempat di Auditorium kebanggaan Kampus Merah (Universitas Hasanuddin), Baruga A.P. Pettarani, orang banyak berbicara harapan, harapan dan harapan. peluang, peluang dan peluang menghadapi ASEAN Community 2015. ".... Kita harus melihat ini sebagai peluang," kutipan kalimat Hatta Rajasa tersebut, coba menghentikan sekelumit pikiran ‘hambatan’ yang mungkin menggema di kebanyakan batok kepala peserta seminar. Bahkan menurutku dari tiga pemateri yang ada, hanya Hatta Rajasa yang sangat optimistis menghadapi ASEAN Community 2015, itupun menurutku hanya ‘harapan siap’ bukan ‘benar-benar siap’.  Gelak tawa mewarnai seminar ketika Sutiyoso berbagi cerita tentang latihan militer di luar negeri, “di sana latihannya seperti perang beneran, di Indonesia kalau latihan, bunyi senjatanya dari mulut, ..dor!,,dor!.. primemori” ungkap beliau sambil memperagakan. Cerita beliau sebenarnya merupakan gambaran ‘hambatan’ yang dialami Indonesia, hal yang sama pun ditunjukkan oleh Syahrul Yasin Limpo ketika mengungkap data tentang SDM Indonesia yang jauh tertinggal di banding negara-negara Asia Tenggara yang lain. Pun aku membenarkan hal itu karena beberapa bulan lalu aku memang sempat membaca sebuah data yang mengungkap bahwa Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada di peringkat 9 dalam 10 terendah di Asia Tenggara.
Banyak hal yang mengundang pertanyaan pada seminar kali ini, salah satunya yang berkaitan dengan Pemilu legislatif dan presiden 2014, katanya kalau kita ingin menyukseskan ASEAN Community, pemimpin yang terpilih beberapa bulan mendatang harus yang benar-benar mampu melakukan pembenahan di Indonesia. Olehnya itu, rakyat jangan sampai salah memilih lagi. Pertanyaan yang kemudian timbul, kalau rakyat salah memilih lagi? bagaimana? Kalau ASEAN Community gagal bagi Indonesia, bagaimana? Siapa yang mesti bertanggung jawab menanggung resikonya?.  Apakah kita akan menyalahkan rakyat yang salah memilih? ataukah kita biarkan rakyat kecil yang menanggung semuanya? Membiarkan neoliberalisme kapital semakin meluluhlantahkan jutaan rakyat berperut tipis.
Teringat sebuah analogi pilihan yang mungkin cocok untuk Indonesia  “ketika kau akan mengarungi samudera, tetapi perahumu banyak kerusakan, apakah kau akan tetap berlayar sambil menambal bagian-bagian yang rusak itu? atau kau memilih untuk memperbaiki perahu itu, sampe benar-benar siap untuk dipakai berlayar? Ini samuderaloh bro!,”. Resiko tenggelam sangat besar, dan kalaupun aku yang diberi pilihan, pasti aku memilih untuk memberbaiki perahu dulu ketimbang melanjutkan perjalanan karena peluang tapi karam karena ‘hambatan’. Hmm.. ternyata Pilihanku dan pilihan negara ini (lebih tepatnya pilihan para pemutus kebijakan) berbeda, negara ini lebih memilih berjalan mengarungi samudera dan memperbaiki perahu dalam perjalanan,  menatap sejumlah peluang di seberang tanpa terlihat memperhatikan ‘hambatan’ yang bisa berakibat fatal. Walau terkadang aku egois bahwa pilihanku yang harus benar, tapi untuk kali ini aku berharap langkah yang diambil oleh negara ini sudah tepat, walau masih ada setumpuk ‘ketakutan’ yang menghantui akan karamnya Indonesia dalam ASEAN Community 2015, seperti karamnya kita dalam beberapa persaingan sebelumnya. *Ahh…ini sungguh mimpi buruk.
***
Beberapa hari lalu, Detesemen Khusus 88 Anti Teror berhasil menangkap 6 teroris di Ciputat, ini masih sedikit dibandingkan teroris-teroris lain yang belum tertangkap. Yang artinya, Indonesia masih berada dalam ancaman keamanan. Dari segi Indeks Pembangunan Manusia, Indonesia masih berada dalam tingkat rendah di Asia Tenggara, ini berarti SDM kita belum siap. Dari sektor pengelolaan sumber daya alam pun kita masih terkendala teknologi dan ilmu pengetahuan. Lalu apa yang siap untuk mengadapi ASEAN Community 2015?.  Para pemateri menjawab : Inovasi, pendidikan, dan Pemimpin Bangsa yang sesungguhnya. Tapi dapatkah kita memenuhi itu hanya dalam rentang waktu kurang lebih dua tahun?, sementara sejumlah negara-negara Asia seperti Singapura dan Malaysia telah melakukan hal itu jauh sebelum kita memikirkan ide itu.  Timbul pertanyaan kemudian, kita sudah siap, tidak siap atau berharap untuk siap?. Bukan pesimistis, bukan pula takut persaingan atau takut hambatan, tapi bagiku…bangsa ini benar-benar belum siap menghadapi ASEAN Community. Tapi apa daya?, ASEAN Community tidak mungkin dibatalkan Indonesia dan Pasti berjalan 2015 mendatang, kecuali tahun ini kiamat.
***
Setiap individu hanya perlu berbenah diri mempersiapkan segalanya untuk sebuah tantangan ASEAN Community 2015 yang berani diambil Indonesia. Memang selalu hanya ada dua pilihan. Nah, kali ini pilihannya, berbenah atau berkemas?, kita memilih berbenah diri lalu bersaing unggul 2015 mendatang atau berkemas barang karena ditendang orang asing keluar dari rumah kita sendiri, yang lebih menyakitkan lagi, kita bertahan tapi jadi pembantu. *Ahh…ini juga mimpi buruk.

Makassar, 4 Januari 2014