oleh : Raniansyah
Aku tertawa
kecil meninggalkan Auditorium baruga A.P pettarani hari ini (3 Januari 2014)
setelah mengikuti Seminar Nasional bertema "Daya Saing Bangsa : Perspektif
Ekonomi Digital dan Hegemoni Politik dalam Era ASEAN Community 2015" yang
menghadirkan Hatta Rajasa (Menteri Perokonomian RI), Letnan TNI (Purn) Sutiyoso
(mantan Gubernur DKI Jakarta) dan Syahrul Yasin Limpo (Gubernur Sul-sel)
sebagai pemateri. Masih ada pertanyaan yang mengganjal di kepalaku, pertanyaan
yang sangat sederhana mengenai ASEAN Community, mungkin juga terlalu polos
untuk kategori seorang Mahasiswa, “Kita sudah siap?, belum siap atau berharap
untuk siap?. Aku sedikit kecewa sebenarnya, dialog interaktif sekelas ini hanya
diberi kesempatan kepada tiga orang penanya. Namun tak apa, toh setidaknya aku
sudah bisa memprediksi kesiapan Indonesia menghadapi tantangan besar 2015.
***
Hari ini (3 Januari 2014) bertempat di
Auditorium kebanggaan Kampus Merah (Universitas Hasanuddin), Baruga A.P.
Pettarani, orang banyak berbicara harapan, harapan dan harapan. peluang,
peluang dan peluang menghadapi ASEAN Community 2015. ".... Kita harus
melihat ini sebagai peluang," kutipan kalimat Hatta Rajasa tersebut, coba
menghentikan sekelumit pikiran ‘hambatan’ yang mungkin menggema di kebanyakan
batok kepala peserta seminar. Bahkan menurutku dari tiga pemateri yang ada,
hanya Hatta Rajasa yang sangat optimistis menghadapi ASEAN Community 2015,
itupun menurutku hanya ‘harapan siap’ bukan ‘benar-benar siap’. Gelak tawa mewarnai seminar ketika Sutiyoso
berbagi cerita tentang latihan militer di luar negeri, “di sana latihannya
seperti perang beneran, di Indonesia kalau latihan, bunyi senjatanya dari
mulut, ..dor!,,dor!.. primemori” ungkap beliau sambil memperagakan. Cerita
beliau sebenarnya merupakan gambaran ‘hambatan’ yang dialami Indonesia, hal
yang sama pun ditunjukkan oleh Syahrul Yasin Limpo ketika mengungkap data
tentang SDM Indonesia yang jauh tertinggal di banding negara-negara Asia
Tenggara yang lain. Pun aku membenarkan hal itu karena beberapa bulan lalu aku
memang sempat membaca sebuah data yang mengungkap bahwa Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia berada di peringkat 9 dalam 10 terendah di Asia Tenggara.
Banyak hal yang
mengundang pertanyaan pada seminar kali ini, salah satunya yang berkaitan
dengan Pemilu legislatif dan presiden 2014, katanya kalau kita ingin
menyukseskan ASEAN Community, pemimpin yang terpilih beberapa bulan mendatang
harus yang benar-benar mampu melakukan pembenahan di Indonesia. Olehnya itu,
rakyat jangan sampai salah memilih lagi. Pertanyaan yang kemudian timbul, kalau
rakyat salah memilih lagi? bagaimana? Kalau ASEAN Community gagal bagi
Indonesia, bagaimana? Siapa yang mesti bertanggung jawab menanggung resikonya?. Apakah kita akan menyalahkan rakyat yang
salah memilih? ataukah kita biarkan rakyat kecil yang menanggung semuanya?
Membiarkan neoliberalisme kapital semakin meluluhlantahkan jutaan rakyat
berperut tipis.
Teringat sebuah
analogi pilihan yang mungkin cocok untuk Indonesia “ketika kau akan mengarungi samudera, tetapi
perahumu banyak kerusakan, apakah kau akan tetap berlayar sambil menambal
bagian-bagian yang rusak itu? atau kau memilih untuk memperbaiki perahu itu,
sampe benar-benar siap untuk dipakai berlayar? Ini samuderaloh bro!,”. Resiko
tenggelam sangat besar, dan kalaupun aku yang diberi pilihan, pasti aku memilih
untuk memberbaiki perahu dulu ketimbang melanjutkan perjalanan karena peluang
tapi karam karena ‘hambatan’. Hmm.. ternyata Pilihanku dan pilihan negara ini
(lebih tepatnya pilihan para pemutus kebijakan) berbeda, negara ini lebih
memilih berjalan mengarungi samudera dan memperbaiki perahu dalam
perjalanan, menatap sejumlah peluang di
seberang tanpa terlihat memperhatikan ‘hambatan’ yang bisa berakibat fatal.
Walau terkadang aku egois bahwa pilihanku yang harus benar, tapi untuk kali ini
aku berharap langkah yang diambil oleh negara ini sudah tepat, walau masih ada
setumpuk ‘ketakutan’ yang menghantui akan karamnya Indonesia dalam ASEAN
Community 2015, seperti karamnya kita dalam beberapa persaingan sebelumnya.
*Ahh…ini sungguh mimpi buruk.
***
Beberapa hari
lalu, Detesemen Khusus 88 Anti Teror berhasil menangkap 6 teroris di Ciputat,
ini masih sedikit dibandingkan teroris-teroris lain yang belum tertangkap. Yang
artinya, Indonesia masih berada dalam ancaman keamanan. Dari segi Indeks
Pembangunan Manusia, Indonesia masih berada dalam tingkat rendah di Asia
Tenggara, ini berarti SDM kita belum siap. Dari sektor pengelolaan sumber daya
alam pun kita masih terkendala teknologi dan ilmu pengetahuan. Lalu apa yang
siap untuk mengadapi ASEAN Community 2015?. Para pemateri menjawab : Inovasi, pendidikan,
dan Pemimpin Bangsa yang sesungguhnya. Tapi dapatkah kita memenuhi itu hanya
dalam rentang waktu kurang lebih dua tahun?, sementara sejumlah negara-negara
Asia seperti Singapura dan Malaysia telah melakukan hal itu jauh sebelum kita
memikirkan ide itu. Timbul pertanyaan kemudian,
kita sudah siap, tidak siap atau berharap untuk siap?. Bukan pesimistis, bukan
pula takut persaingan atau takut hambatan, tapi bagiku…bangsa ini benar-benar belum
siap menghadapi ASEAN Community. Tapi apa daya?, ASEAN Community tidak mungkin
dibatalkan Indonesia dan Pasti berjalan 2015 mendatang, kecuali tahun ini
kiamat.
***
Setiap individu
hanya perlu berbenah diri mempersiapkan segalanya untuk sebuah tantangan ASEAN
Community 2015 yang berani diambil Indonesia. Memang selalu hanya ada dua
pilihan. Nah, kali ini pilihannya, berbenah atau berkemas?, kita memilih
berbenah diri lalu bersaing unggul 2015 mendatang atau berkemas barang karena
ditendang orang asing keluar dari rumah kita sendiri, yang lebih menyakitkan
lagi, kita bertahan tapi jadi pembantu. *Ahh…ini juga mimpi buruk.
Makassar, 4 Januari 2014