Oleh : Raniansyah (ASAS 2013)
Inilah negara kapitalis-liberalis
sering saja disebut Negara demokratis
selalu saja menangis, slalu saja meringis
karena derita yang begitu miris
sering saja disebut Negara demokratis
selalu saja menangis, slalu saja meringis
karena derita yang begitu miris
Andai rasa bisa optimis
hapuskan semua rasa pesimis
walau jejak langkah teriring tangis
walau tapak kaki diikuti gerimis
ini bukanlah senandung vokalis
yang terdengar harmonis
ini bukan pula karya penulis
yang kadang sangat puitis
tapi ini suara rakyat yang saat ini bernasib ’tragis’
hapuskan semua rasa pesimis
walau jejak langkah teriring tangis
walau tapak kaki diikuti gerimis
ini bukanlah senandung vokalis
yang terdengar harmonis
ini bukan pula karya penulis
yang kadang sangat puitis
tapi ini suara rakyat yang saat ini bernasib ’tragis’
“Pancasila itu ideologi terbaik, karena
pancasila lahir dari penggabungan dua ideologi besar, yaitu Liberal (thesa)
dan Komunis (antithesa) dan terbentuklah Pancasila (Synthesa),” terang
bapak Idris Buyung dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum, pertengahan
september lalu. Benarkah pancasila sebagai Ideologi terbaik? Lantas apa
penyebab semua keterpurukan dan kebobrokan yang saat ini melanda negeri
ini? Bukankah Ideologi adalah pondasi
sebuah bangsa….? Kalau Pancasila kuat, mengapa Indonesia seolah berada di garis
batas kehancuran?
***
Orang bijak sering berkata, “perkataan
adalah doa,” teori yang diucapkan pun
bisa jadi doa, dan itulah yang mungkin terjadi pada Pancasila. Pancasila hanya
doa, doa yang terkadang sangat jauh dari harapan, doa semu yang terlalu sulit
bersanding dengan Ikhtiar atau usaha,
malahan justru terlalu sering bersanding
dengan sikap, perilaku, perbuatan atau perkataan nyeleweng yang jauh dari nilai-nilai yang diharapkan. “Ketuhanan Yang Maha Esa kenapa belakangan ini
jadi keuangan yang maha kuasa?, kemanusiaan
yang Adil dan beradab, kenapa kebengisan ada dimana-mana?, Persatuan Indonesia,
kenapa separatisme, bentrok dimana-mana? Kerakyatan jadi elitisme, demokrasi
menjadi bagian dari industri, sementara keadilan Sosial masih dipertanyakan,” tanggap
Hasyim Muzadi (tokoh agama) dalam acara “Suara Anda : Suara Konstitusi” MetroTV
beberapa tahun lalu. Itukah yang diharapkan dari ideologi kita yang terbaik
(katanya)?. Benarkah yang dikatakan oleh Hasyim Muzadi?? Entahlah…!hati dan
pikiran rasional kita pasti mampu menjawabnya.
***
Rabu, 2 Oktober 2013.
Sekelompok mahasiswa terlihat berbincang santai di pelataran sekretariat BEM
Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin. Mereka menyebut diskusi santai mereka
dengan sebutan ‘diskusi pelataran’, kegiatan diskusi itu merupakan follow up
Pembinaan Mahasiswa Hukum 2013 tahap pertama yang telah sukses terlaksana
28-29 september lalu. Hmm…yang penting dari diskusi kali ini, adalah materi
bahasan tentang “Pandangan Dunia :
Ideologi”. Beragam pertanyaan dan
komentar bermunculan seiring jalannya
diskusi, yah..!! itulah mahasiswa Fakultas Hukum, rasa ingin tahunya bisa
dikatakan ‘extra ordinary’ gitulah ! hehe. Dari diskusi kali ini, setidaknya lahir lagi
setitik kepedulian pada tanah air tempat
kami berpijak saat ini, sebuah keprihatinan dari mahasiswa yang masih semester
satu, entah sampai kapan keprihatinan itu akan bertahan. Pastinya dengan
harapan, mereka akan tetap memegang erat keprihatinan itu sepanjang hidup
mereka, apalagi jika diantara mereka ada yang jadi pemimpin atau orang penting yang
dimiliki bangsa ini di masa mendatang.
***
Terlalu bangga,
yah!...sangat bangga bersembunyi di balik ideologi terbaik berlabel ‘Pancasila’
namun tak tahu bahwa saat ini Pancasila hanya sekedar landasan teori normatif
semata yang tak mampu menemukan ‘jati diri’ empirisnya . karena siapa? Bukan salah pancasila, tapi
salah manusia yang menganggapnya sebagai landasan hidup, pandangan hidup…tapi
sering melakukan penyelewengan yang sangat kontras dengan nilai-nilainya.
Akhir-akhir ini berkembang sebuah virus baru bernama ‘neoliberalisme’, sebuah upaya
pennggelapan ideologI liberalis-kapital dengan cara baru di Negara yang katanya
demokratis ini. Apa buktinya? Mini market dimana-mana, akhirnya usaha rakyat
kecil menjadi hancur….yang punya modal besar
berkuasa sementara yang bermodal kecil dibiarkan mati usaha lalu
akhirnya busung lapar dan mati kelaparan. Yang besar menindas yang kecil, yang
kuat menindas yang lemah. Sementara Pemimpin negeri sibuk menciptakan lagu
disaat rakyat sangat butuh perhatian konkret. memangnya lagunya itu bisa
menyembuhkan orang busung lapar?, memangnya lagunya itu bisa membuat kaya,
orang miskin? Memangnya lagunya itu bisa mempekerjakan pengangguran? Tidak…!!.
Pemimpin kita sudah terjajah paradigma barat yang mereka tidak sadari, apa
itu? “King can do no wrong” ,
raja atau pemimpin dapat melakukan apapun tanpa bersalah, ataupun sekedar rasa
bersalah. Masih butuh bukti? Lihatlah pemimpin kita melemparkan makanan
ditengah-tengah orang kelaparan, membiarkan mereka berebutan, saling
berdesakan, dan akhirnya terinjak-injak, sementara dia tetap tersenyum diatas kursi
tahtanya, yah…itulah analogi pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakarat
(BLSM) yang berlangsung ricuh beberapa waktu lalu lantaran kebanyakan tidak
tepat sasaran. Prihatin, saya turut hadir dalam proses penerimaan BLSM itu di
beberapa kecamatan di Kabupaten Pangkep untuk menyaksikan proses itu sendiri secara
langsung. Sangat ironis, karena semua kecamatan yang kukunjungi pasti ada kasus
‘tidak tepat sasaran’ bahkan di salah satu kecamatan, ada seorang wanita paruh
baya menangis terisak-isak datang ke kantor camat karena pantas mendapat
bantuan itu tapi justru tidak memperoleh. Inikah cara baru pemerintah menyakiti
rakyat?. Pemandangan miris yang dapat pula disaksikan adalah nenek-nenek jompo
yang berdesakan separuh nyawa, ada orang
cacat yang datang merangkak…karena katanya tidak dapat diwakili semua
demi duit 300 ribu, inilah cara baru pemerintah menyakiti rakyat kecil.
Benar!, pancasila sekarang
hanyalah doa, doa semu yang jarang diaplikasikan dan diusahakan. Pancasila
hanya sekedar teori yang berusaha
berdiri setelah dihantam neoliberalisme-kapitalis dahsyat yang telah
menumbuhkan akar-akarnya di negeri tercinta ini . entah kapan akan dicabut, entah
kapan akan enyah dari bumi ini, entah
kapan Pancasila itu bukan lagi sebagai doa, tapi sebagai fakta.
Bumi huruhara ini masih
tetaplah bumi huruhara selama Pancasila itu hanya teori yang tidak menemukan
jati diri empirisnya. Tak ada ideologi terbaik untuk Negara kita selain
Pancasila, tapi mengapa kita masih saja terjajah dalam lelap tanpa sadar
paradigma asli kita telah dimusnahkan oleh rudal-rudal dan meriam-meriam
ideologi yang tidak seharusnya ada di negeri ini.
Makassar, 2 Oktober 2013